Senin, Januari 10, 2022

Sang Bentara Amaedola

Saya sebagai seorang katolik, mendengar para pastor menyampaikan homili tentu sudah sangat biasa. Gaya delivery (penyampaian) nya, intonasi, tekstual dan kontekstual, monolog atau terkadang ada yang juga menggunakan metode dialog singkat, pakai gitar atau nyanyi dengan suara yang seperti vokalis kondang, mengulas berita harian baik dari koran dan media masa dan banyak hal lainnya, sudah menjadi santapan setiap kali mengikuti Perayaan Ekaristi. 

Jika dibandingkan dengan para pendeta yang berkhotbah di mimbar mereka dengan sangat membakar jemaatnya, para pastor tentu berada di posisi yang sebaliknya. Ada juga sih yang menyampaikan homili dengan berapi-api bahkan membuat umat tertawa lepas dalam gedung gereja yang putih itu. Tetapi lalu apakah kemudian homili para pastor menjadi kurang diminati? Ga juga lho. Ada banyak para kaum militan yang mencintai homili pastronya bahkan ada yang sangat menanti-nanti pastor tertentu. Ya, ada juga yang membuat kita harus menarik nafas panjang bahkan ketika Ritus Pembuka baru dimulai (hahaha.... tapi jangan bilang-bilang ya).

Judul tulisan pendek ini sengaja menggunakan kata "bentara". Bentara itu dalam KBBI saya coba copy-kan kepada kita, tertulis sebagai berikut: 

ben·ta·ra kl n pembantu raja yg bertugas melayani dan menyampaikan titah raja atau membawa alat-alat kebesaran kerajaan; -- dalam kl bentara yg bertugas hanya di dl istana; abdi dalem; -- kanan kl bentara yg bertugas, antara lain, menyampaikan persembahan rakyat kpd raja; -- kiri kl bentara yg bertugas, antara lain, menyebutkan nama orang yg ingin menghadap raja.

Jadi, bentara itu adalah seseorang yang memiliki tugas untuk menyampaikan hal penting sebagai Abdi Dalem. Dalam konteks para pastor yang menyampaikan homili, kata bentara itu lalu saya arahkan pada tugas mereka sebagai penyampai Firman Allah kepada umat sebagai Abdi Dalem dari Gereja atau Paroki tertentu. 

Lalu, ada kata yang menarik yang saya tuliskan setelah kata bentara tersebut yaitu Amaedola. Sebagai Ono Niha, kata Amaedola ini sudah biasa terlintas di keseharian mereka terlebih dalam acara-acara besar adat. Amaedola adalah peribahasa dalam Bahasa Nias yang berisi kata-kata bijak, nasehat (mene-mene zatua) orangtua. 

Sekarang saya mau bertanya: "Apakah Anda kenal seorang pastor yang dalam homilinya sering menggunakan Amaedola?" Hahahaha, kemungkinan besar Anda tidak menemukannya. Tapi........... Saya kenal satu! Mau tahu atau mau tahu pakai banget?

Pastor Onesius Otenieli Daeli, OSC

Pastor Onesius Otenieli Daeli, OSC! Yes, He is. Saya menggunakan term (judul) di atas untuk menyebut beliau (entah Pastor Ote - dia sering dipanggil begitu, setuju atau pun tidak). Dalam perjalanan kami menuju Jakarta (YPU tepatnya) pada 9/1/2022, saya memiliki waktu yang cukup banyak berbicara dengan beliau tentang hal ini. Tentu, beliau tidak menyetahui bahwa saya akan menuliskan tentang dia akhirnya dalam website Onika ini (dan saya tahu, beliau pasti akan membacanya, pis Ama). 

Dia, Sang Bentara Amaedola, yang selalu dalam homilinya terselib begitu banyak Amaedola. Terlebih jikalau Pst. Ote menyampaikan homilinya dengan umat seluruhnya adalah Ono Niha. Katanya: "Bisa saja 20 Amaedola akan dipakainya". Waduh..... Saya bayangkan jikalau Pst. Ote akan homili atau diminta menjadi pembicara di kalangan Ono Niha beberapa kali dalam sebulan, setahun, berapa banyak ya Amaedola yang dia miliki? Ih, ngeri.

Dalam perjalanan itu, Pst. Ote menyadari bahwa menggunakan Amaedola merupakan satu jurus jitunya dalam setiap menyampaikan homili atau saat diminta menjadi narasumber. Pst. Ote mengatakan: "Jika dibandingkan dengan para pendeta, saya tidak bisa berkhotbah atau homili secara berapi-api seperti mereka. Makanya, saya menggunakan senjata yang tidak mereka miliki, yaitu Amaedola". Tentu saja, banyak umat Ono Niha yang menanti dan mendengar dengan sangat baik, setiap kali Pst. Ote menyampaikan homilinya, apalagi jikalau sudah menggunakan Amaedola. 

Rupanya, selain Sang Bentara Amaedola, lulusan doktor di bidang Antropologi ini sangat menguasai bidangnya, beliau sangat perhatian pada budaya Nias, menciptakan lagu-lagu dalam bahasa Nias dan mengumpulkan sekian banyak Amaedola.

Salah satu lagu ciptaan Pst. Ote OSC

Dalam perjalanan itu, saya bertanya kepada Pst Ote, sejak kapan beliau menggumpulkan Amaedola? Pst Ote mengatakan bahwa semenjak frater dia sudah mengumpulkan Amaedola. Apalagi kecintaanya pada Amaedola semakin tumbuh karena sang ayahandanya juga sebagai tetua adat dan mengetahui banyak sekali Amaedola. Akhirnya Pst. Ote mengumpulkan itu dalam bentuk tulisan dan bahkan sudah membuat dalam kategori-kategori. Semakin ngeri ya. 

Saya jadi semakin ngeri membayangkan berapa banyak ya Amaedola yang beliau miliki, jikalau Pst. Ote sudah melewati 25 tahun profesi kekalnya dalam biara dan Ia sudah mulai mengumpukannya sejak masih frater. Tanya sendiri lha ya... Saya ga berani lagi ah.

Kembali ke topik. Sebagi Abdi Dalem (bentara) Kristus tertahbis, Pst. Ote tentu saja menggunakan Amaedola dalam homili sesuai dengan teks dan konteks yang hendak disentuh (maaf kalau saya sedikit pintar menulis ini, hehehe, hanya mau mengatakan bahwa saya mau sedikit mengikuti kepintaran Pst. Ote, boleh ya pastor). Sebab menurut Pst. Ote, tidak semua Amaedola itu tepat digunakan pada teks dan konteks, Amaedola mesti dipahami dengan baik sesuai dengan pesan yang hendak disampaikan dalam homili. Tambahnya: "Masih ada juga Amaedola yang belum saya mengerti, tetapi tetap saya kumpulkan".  

Sebagai Sang Bentara Amaedola, Pst. Ote dengan seribu satu Amaedola yang ia miliki akan selalu mewarnai setiap homilinya dan dengan demikian Peribahasa Nias akan selalu berhembus di telingi setiap umat. Firman dihembusi dengan bahasa ibu akan menjadi sentuhan paling halus dan tulus yang selalu menyertai alunan langkah hidup. Sebab semakin dekat bahasa yang digunakan untuk menyampaikan suatu hal, hal itu akan semakin mengena sampai relung-relung terdalam kehidupan.

Saya semakin speechless lah, saya cukupkan saja. (o)


sa


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas Partisipasi nya. Salam sehat selalu! ONIKA.